Resensi Film: Mencuri Raden Saleh

-

A. Identitas Film

Judul: Mencuri Raden Saleh

Genre: Aksi, Kriminal, Drama

Sutradara: Angga Dwimas Sasongko

Produser: Cristian Imanuell

Pemain: Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, Rachel Amanda, Aghniny Haque, Ari Irham, Umay Shahab

Tahun: 2022



B. Sinopsis film

Piko, seorang seniman grafiti, ingin membebaskan ayahnya yang sedang mendekam di dalam penjara, dia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk menyewa seorang pengacara. Dengan hasutan temannya Ucup, seorang hacker yang sangat piawai, Piko berani mengambil resiko untuk membuat tiruan lukisan berharga karya seniman legendaris Indonesia, Raden Saleh. Namun naas, Piko dan Ucup dijebak, mereka diharuskan menukar tiruan lukisan itu dengan lukisan yang asli. Untuk menjalankan rencana ini mereka mengajak Sarah, seorang atlet, Tobi dan Gofar, mekanik handal, Fella, seorang mahasiswa seni yang sangat handal memanipulasi. Meskipun rencana mereka sangat detail, namun rintangan demi rintangan terus muncul menguji mereka.

C. Kelebihan

Film ini mengangkat genre Aksi dan Kriminal yang  langka di Indonesia, lantaran per film-an di negeri ini kebanyakan di dominasi oleh genre romance dan horror. Pemainnya pun sangat mendalami karakter tokohnya, mampu menyatu dengan perannya, seakan akan setiap pemain memang diciptakan untuk peran ini. Dan dengan durasi dua jam setengah, isi film ini sangat padat dan tidak ada scene yang bertele-tele atau terbuang sia-sia dalam film ini.

D. Kekurangan

Kekurangan dalam film ini, ada beberapa subplot yang kurang dikembangkan dengan baik sehingga membuat penonton bertanya-tanya. Pada beberapa dialog juga terlihat kurang natural. Ending yang menggantung dan kurang memuaskan pun sangat membuat penasaran.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perjalanan Tanpa Akhir: Kisah Nafisatul Millah

-
Image
Dari panggung musabaqah tingkat lokal hingga kancah internasional, nama Nafisatul Millah, terus bersinar. Mahasiswi semester 6 ini dikenal dengan segudang prestasi Qur’ani, khususnya di bidang Hifdzil Qur’an. Meski namanya sudah melambung, Millah, demikian ia akrab disapa, tetap rendah hati. Perjalanan Millah sebagai penghafal Al-Qur’an dimulai sejak ia duduk di bangku SD, dengan bimbingan langsung dari kedua orang tuanya dan guru Qur’an pertamanya, umi Nur Fadhilah. Tapi tekadnya dalam menghafal Al-Qur’an baru benar-benar tumbuh tatkala ia masuk pesantren Al-Kautsar di usia 14 tahun, di bawah asuhan Buya Muhammad Ali. Di sana, Millah mulai serius menghafal Al-Qur’an hingga khatam di usia 18 tahun. Selama lima tahun proses ziyadah, Millah tak hanya fokus pada menambah (ziyadah), tetapi diseimbangkan dengan muraja’ah yang konsisten. Awalnya, porsi muraja’ah satu juz per hari, kemudian ketika hafalannya mencapai 10 juz, porsi muraja’ah tersebut bertambah dua juz setiap harinya, dan ter...
Read more

Berjuang di Tengah Deru Mesin: Kisah Febra, Mahasiswi Ojol yang Tak Menyerah pada Keadaan

-
Image
Akhir tahun 2018 menjadi titik balik dalam hidup Febra Lusi Yana (kini ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Dakwah di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta semester 2). Terpaksa meninggalkan bangku kuliah karena melewati batas semester, ia tidak larut dalam keterpurukan. Demi bertahan hidup, ia mulai menjemput rezeki di jalanan sebagai pengemudi ojek online. Bukan karena pilihan, melainkan keadaan yang memaksa. Namun, di tengah kerasnya jalanan ibu kota, Febra tak pernah melepaskan satu harapan besar: melanjutkan kuliah. “Targetku waktu itu kuliah di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Soalnya cuma di sini ada jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir tanpa batasan umur," ujarnya penuh semangat. Bagi Febra, pendidikan adalah cahaya, dan ia siap mengejarnya meski harus melalui jalan terjal. Namun, perjalanan Febra menuju bangku kuliah di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta jauh dari kata mudah. Pada tahun 2019, biaya masuk mencapai hampir 8 juta rupiah, mesk...
Read more

Sayaka: Perjalanan Hati dari Negeri Sakura ke IIQ Jakarta

-
Image
  "Terus semangat, ingat alasanmu memulai, dan tujuannya. Insya Allah, semua usaha akan membuahkan hasil." Itulah pesan singkat penuh makna dari Sayaka, seorang mahasiswi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta semester 4 asal Jepang yang memilih menempuh pendidikan di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Perjalanannya dari Negeri Sakura ke Indonesia bukan sekadar mencari ilmu, tapi juga tentang menemukan kedamaian dalam identitasnya sebagai Muslimah di tengah minoritas. Lahir di Tokyo dan besar di Chiba, Sayaka sudah mengenal Islam sejak kecil berkat didikan sang ibu yang berasal dari Indonesia. Namun, tumbuh sebagai Muslimah di Jepang, dengan populasi muslim kurang dari 1%, tentu tidak mudah. "Di Jepang, makanan halal sulit ditemukan, masjid jarang, dan diskusi tentang Islam pun sangat terbatas," ujarnya. Ketertarikannya pada Indonesia bermula dari kenyamanan yang ia temukan di negeri dengan mayoritas muslim, masjid di setiap sudut, dan komunitas yang ramah. Ditam...
Read more