Resensi Film Laut Tengah: Kisah Perjuangan, Cinta, dan Keikhlasan

 

Laut Tengah adalah film drama religi yang mengangkat kisah perjuangan seorang perempuan bernama Haia (Yoriko Angeline) dalam mewujudkan mimpinya melanjutkan studi S2 di Korea Selatan. Namun, jalan yang ia tempuh tidaklah mudah. Ia harus menerima tawaran untuk menikah sebagai istri kedua dari Bhumi (Ibrahim Risyad), suami Aisa (Anna Jobling) yang tengah sakit keras. Film ini mengeksplorasi kompleksitas hubungan poligami, pengorbanan, dan keteguhan hati, dengan latar belakang dua negara Indonesia dan Korea Selatan yang memberi nuansa unik pada cerita.

Identitas Film

Judul Film: Laut Tengah

Genre: Religi, Romantis

Tanggal Rilis: 3 Oktober 2024

Sutradara: Archie Hekagery

Pemeran Utama: Yoriko Angeline sebagai Haia, Ibrahim Risyad sebagai Bhumi, Anna Jobling sebagai Aisa, Aliando Syarief sebagai Zidan, Gabriel Prince sebagai Haneul Choi

Bahasa: Indonesia, Korea (beberapa adegan)

Durasi: 108 menit

Rating Usia: 13+

Sinopsis

Haia adalah seorang mahasiswa berprestasi yang bercita-cita melanjutkan studi ke Korea Selatan. Namun, impiannya kandas setelah ayahnya meninggal dunia, menyusul ibunya yang telah berpulang lebih dahulu. Ia terpaksa tinggal bersama tante dari pihak ayah, yang kemudian memaksanya menjadi wanita malam. Bahkan, Haia sempat mengalami pelecehan oleh sepupu kandungnya sendiri.

Di tengah keputusasaan, Profesor Fatih (Pritt Timothy) menawarkan solusi tak terduga: menikah dengan Bhumi, suami dari keponakannya, Aisa, yang mengidap kanker stadium lanjut. Aisa ingin memastikan keluarganya tetap terurus setelah kepergiannya, dan Haia dijanjikan pembiayaan penuh untuk melanjutkan pendidikan di Korea.

Dengan berat hati, Haia menerima pernikahan tersebut. Namun, Bhumi belum sepenuhnya menerima kehadiran istri kedua dalam hidupnya. Haia pun berangkat ke Korea, menyembunyikan status pernikahannya, dan berusaha menyeimbangkan kehidupan akademisnya dengan peran barunya sebagai istri dan ibu tiri bagi Suriah (Azkia Mahira). Konflik batin, penyesuaian diri, serta ujian kepercayaan dan pengorbanan menjadi warna dalam perjalanan Haia menemukan makna kebahagiaan sejati.

Kelebihan Film

1. Alur Cerita yang Dinamis dan Penuh Emosi

Laut Tengah menghadirkan alur cerita yang tidak monoton. Konflik emosional dan tantangan hadir silih berganti, menciptakan dinamika yang kuat sepanjang film. Penonton diajak menyelami dilema Haia yang terjebak antara mengejar mimpi studi S2 di Korea Selatan dan tanggung jawab sebagai istri kedua dalam rumah tangga poligami. Ketegangan dalam hubungan antar karakter dibangun secara perlahan namun intens, menjadikan film ini lebih dari sekadar drama romantis biasa.

2. Pendekatan Emosional yang Menggugah Simpati

Salah satu kekuatan utama Laut Tengah adalah pendekatannya yang emosional. Penonton dibuat turut merasakan penderitaan dan perjuangan Haia, mulai dari pengalaman traumatis akibat pelecehan oleh sepupunya, hingga kegalauan yang ia alami karena Bhumi, suaminya, belum sepenuhnya menerima kehadirannya. Emosi-emosi ini divisualisasikan dengan akting yang kuat dan dialog yang menyentuh.

3. Lokasi Syuting yang Estetis dan Memikat

Film ini memanfaatkan keindahan visual dua negara, Indonesia dan Korea Selatan, sebagai latar cerita. Pengambilan gambar yang estetis tidak hanya memperkaya tampilan sinematik, tetapi juga mendukung nuansa budaya lintas negara yang menjadi bagian penting dari perjalanan tokoh utama. Bagi penonton yang menyukai drama dengan latar luar negeri, Laut Tengah menyajikan visual yang menyegarkan.

4. Pesan Filosofis dan Religius yang Kuat

Judul Laut Tengah bukan hanya sekadar nama, tetapi menjadi metafora yang dalam tentang kehidupan yang berada di tengah-tengah pilihan sulit. Film ini menyampaikan pesan religius yang kuat tentang kesabaran, keikhlasan, dan harapan di tengah ujian hidup, sejalan dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana tercermin dalam ayat inna ma'al 'usri yusra ("Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan").

Kekurangan Film

1. Dialog Bahasa Korea yang Kurang Autentik

Salah satu aspek yang menuai kritik dari penonton adalah penggunaan bahasa Korea dalam beberapa adegan yang dinilai kurang natural. Pengucapan yang kaku dan intonasi yang tidak meyakinkan mengurangi kesan realistis, terutama bagi penonton yang familier dengan bahasa tersebut. Hal ini cukup disayangkan, mengingat latar Korea Selatan menjadi elemen penting dalam cerita. Keaslian bahasa asing dalam film bertema lintas budaya sangat krusial untuk menjaga kredibilitas dan imersi penonton.

2. Visualisasi Pertemuan Haia dan Bhumi yang Kurang Menggugah

Adegan pertemuan pertama antara Haia dan Bhumi seharusnya menjadi momen emosional yang kuat dalam membangun fondasi hubungan dua tokoh utama. Namun, dalam eksekusinya, adegan tersebut terasa datar dan minim greget. Minimnya intensitas emosi, baik dari sudut penyutradaraan maupun akting, membuat pertemuan krusial ini kehilangan potensi dramatiknya. Padahal, momen tersebut bisa menjadi titik balik emosional yang memperdalam keterikatan penonton terhadap karakter.

Pesan Film

Laut Tengah mengajarkan bahwa hidup adalah rangkaian ujian, tetapi Allah selalu menyiapkan jalan terbaik di balik setiap kesulitan. Melalui perjalanan Haia, film ini mengingatkan kita akan janji-Nya: "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Kisah ini juga menyiratkan bahwa kebahagiaan sejati sering kali ditemukan saat kita berani berkorban dan menerima takdir dengan ikhlas.

Sobat LPM 👋

Film Laut Tengah layak masuk dalam daftar tontonan bagi para penggemar drama religi yang dibalut dengan nuansa internasional. Meski memiliki beberapa kekurangan teknis seperti dialog Korea yang kurang natural dan adegan kunci yang terasa kurang emosional, film ini tetap berhasil menyampaikan pesan moral yang kuat. Dengan sinematografi yang memukau serta penggambaran konflik manusiawi yang relatable, Laut Tengah tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga ruang refleksi bagi siapa pun yang sedang berjuang dalam hidupnya. Cocok untuk penonton yang mencari tontonan bermakna tentang keteguhan hati, pengorbanan, dan kepercayaan terhadap rencana Ilahi.

Menariknya, Laut Tengah merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Berliana Kimberly, penulis yang dikenal melalui narasi-narasi kritis dan bernuansa sosial. Adaptasi ini cukup berhasil menghidupkan pergulatan batin tokoh Haia ke layar lebar, meskipun beberapa bagian dalam novel disederhanakan demi kepentingan dramatik visual. Namun, esensi pesan tentang pencarian jati diri dan makna pengorbanan tetap terjaga dengan baik, menjadikan film ini sebagai jembatan yang berhasil antara dunia sastra dan sinema.

Rating: 4/5 ⭐

(Ditinjau dari aspek cerita, akting, dan nilai moral)

Penulis: Anisa Aulia Putri

Proofreader: Ayfia Amireyl Fitrothy

Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan Tanpa Akhir: Kisah Nafisatul Millah

Berjuang di Tengah Deru Mesin: Kisah Febra, Mahasiswi Ojol yang Tak Menyerah pada Keadaan

Sayaka: Perjalanan Hati dari Negeri Sakura ke IIQ Jakarta