Resensi Film: Budi Pekerti
Di era digital yang serba cepat ini, segala sesuatu bisa saja terjadi dalam waktu yang sesingkat mungkin. Satu video viral, nyatanya dapat mengubah hidup seseorang dalam sekejap. Itulah yang dirasakan Bu Prani dalam Film Budi Pekerti besutan Wregas Bhanuteja. Penonton akan diajak merasakan tekanan batin atas cyberbullying yang menimpa Bu Prani dan keluarganya, sehingga menjadi refleksi atas diri sendiri: sudahkah kita bijak dalam berselancar di media sosial?
Identitas Film
Judul Film : Budi Pekerti
Sutradara : Wregas Bhanuteja
Pemain : Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, Angga Yunanda, dan Prilly Latuconsina.
Rating Usia : 13+
Durasi : 1 Jam 51 Menit
Tanggal Rilis : 2 November 2023
Sinopsis
Bu Prani, yang diperankan dengan penuh penghayatan oleh Sha Ine Febriyanti, adalah seorang guru Bimbingan Konseling (BK) di SMP Pengemban Utama, Yogyakarta. Ia hidup bersama suaminya, Pak Didit (Dwi Sasono), yang mengidap gangguan bipolar, serta dua anak mereka, yaitu Muklas (Angga Yunanda) dan Tita (Prilly Latuconsina). Kehidupan Bu Prani mulai goyah ketika sebuah video yang merekam dirinya marah saat mengantre di warung putu Mbok Rahayu viral di media sosial. Video itu tak hanya mengancam posisinya sebagai guru dan calon wakil kepala sekolah, tetapi juga membawa dampak besar bagi dinamika keluarganya.
Ulasan Film
Budi Pekerti merupakan cerminan nyata kehidupan di era digital saat ini, dengan isu utama yang diangkat adalah cyberbullying, perundungan di dunia maya yang semakin marak terjadi melalui media sosial dan berbagai platform digital. Melalui karakter Bu Prani, film ini menyampaikan pesan kuat kepada penonton tentang pentingnya bersikap bijak dalam berinteraksi di dunia maya serta berhati-hati dalam menggunakan kata-kata, terutama di kolom komentar yang bisa berdampak besar pada kehidupan seseorang.
Sebagai sosok guru BK yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, Bu Prani justru terjerat dalam ironi ketika video berisi kemarahannya yang disertai kata-kata kasar menjadi viral dan menggemparkan jagat maya. Video tersebut mengundang banjir komentar negatif, bahkan menjadi bahan olok-olok di media sosial, meski sebenarnya terjadi kesalahpahaman antara ucapan Bu Prani dan konteks kejadian yang sesungguhnya. Konflik ini terasa sangat realistis dan relevan, karena bisa menimpa siapa saja di era digital saat ini. Hal itulah yang membuat emosi penonton mudah terhubung dan larut dalam ketegangan yang dialami sang tokoh.
Upaya Muklis dan Tita yang turut membantu sang Ibu dalam penyelesaian konflik, justru menjadi bumerang yang tak berkesudahan. Niat baik ketika Bu Prani menyampaikan kebenaran atas potongan video yang viral, malah memperkeruh suasana dan menunjukkan kompleksnya penghakiman publik di era siber. Selain itu, tekanan sosial yang dirasakan Bu Prani menunjukkan pentingnya peran keluarga untuk saling mendukung dan merangkul satu sama lain.
Film yang menjadikan Yogyakarta sebagai latar tempat, disajikan dengan penuh estetika yang memanjakan mata, ditambah simbol-simbol budaya dan dinamika keluarga membuat film ini begitu realistis. Ritme alur rapi, namun konflik yang datang bertubi-tubi dengan penyelesaian masalah yang lambat sangat menguras energi penonton.
Kesimpulan
Budi Pekerti layak ditonton karena menyuguhkan kisah yang menjadi refleksi sosial atas realitas kehidupan digital masa kini. Film ini tidak hanya menyuarakan peringatan terhadap dampak buruk cyberbullying, tetapi juga mengajak penonton untuk lebih bijak dalam berinteraksi di dunia maya. Lebih dari itu, film ini menyentuh aspek yang lebih dalam, yaitu pentingnya dukungan dan penerimaan dalam keluarga, terutama ketika menghadapi badai persoalan yang menguji keutuhan dan kasih sayang di antara anggota keluarga.
Penulis: Adilah Hidayati
Profreeader: Ayfia Amireyl Fitrothy
Comments
Post a Comment