Kartini: Perjuangan Perempuan untuk Mendapatkan Hak dan Pendidikan

Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan tangguh.

Raden Ajeng Kartini, perempuan kelahiran 21 April 1879 dikenal sebagai seorang tokoh perempuan Indonesia yang berjuang untuk emansipasi wanita dan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan serta kesempatan yang setara dengan laki-laki. Kartini dikenal karena pemikirannya yang progresif dan semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Kartini merupakan sosok inspiratif yang rela berjibaku dalam memperjuangkan hak seluruh perempuan, tak peduli ia seorang bangsawan atau bukan. Kartini percaya bahwa perempuan harus berjiwa besar, tanpa harus dikucilkan dengan patriarki dan tanpa dikecilkan karena perannya. Perempuan harus mendapatkan kesempatan yang sama, tidak bergantung pada laki-laki dalam hal ekonomi dan sosial. Meskipun wafat pada usia muda, warisan pemikiran dan perjuangannya terus menginspirasi generasi-generasi berikutnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia

21 April menjadi momen bersejarah untuk para perempuan. Tanggal lahir Kartini dijadikan sebagai simbol kebangkitan dan perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak dan pendidikan, mengingat perjuangan Kartini laksana bunga yang mekar dan membawa harum perubahan. Tanggal ini tidak hanya merayakan hari lahir Kartini, namun juga merayakan tokoh-tokoh pejuang perempuan lain, seperti Dewi Sartika dan Cut Nyak Dien. Kekuatan para perempuan tangguh tersebut mampu memberikan kesetaraan yang dapat dirasakan perempuan hingga saat ini. 

Pada zaman Kartini, kondisi perempuan di Indonesia (khususnya Jawa) sangat terbatas dalam berbagai aspek kehidupan. Akses pendidikan bagi perempuan sangat terbatas, hingga banyak perempuan yang tidak bisa membaca maupun menulis. Perempuan hanya diharapkan berperan sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga saja, padahal sejatinya perempuan juga harus berpendidikan dan berbudi luhur untuk menjadi seorang ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anak mereka.

Kartini mendirikan sekolah perempuan pertama di Jepara, yang menjadi langkah awal bagi perempuan Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Di sekolah Jepara tersebut, perempuan dibekali dengan berbagai pengetahuan dasar dan keterampilan, seperti membaca, menulis, menjahit, memasak, kerajinan tangan, pendidikan moral dan etika, serta kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian, perempuan tidak lagi dianggap sebatas “pajangan rumah”, melainkan dapat berperan aktif di masyarakat. Beberapa bentuk kemandirian yang digagas oleh Kartini:

  1. Perempuan harus memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, sehingga mereka dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi mandiri. 
  2. Perempuan juga memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri dalam hal keluarga, pendidikan, dan karier, tanpa harus bergantung pada pendapat laki-laki. 
  3. Perempuan perlu didorong untuk mengembangkan potensi diri mereka, baik dalam bidang pendidikan, karier, maupun kegiatan sosial.

Melalui surat-suratnya yang kemudian dibukukan dalam buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang", Kartini menyampaikan gagasan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan dan kesetaraan gender. Ia percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan perempuan dari kungkungan tradisi dan patriarki. Buku tersebut merupakan refleksi semangat Kartini dalam melawan batas dan rintangan. Dulu, perempuan dibatasi ruang geraknya, kini perempuan telah menjadi terang dengan segala keistimewaannya. 

Sekarang adalah terang benderang yang harus perempuan isi dengan karya. Menjadi bermanfaat dengan menebar banyak kebaikan dan pergerakan. Pergerakan perempuan harus bernilai, karena perjuangan perempuan adalah perjuangan sepanjang masa. Kesetaraan harus selalu kita gaungkan sebagai bukti bahwa semua perempuan adalah pejuang.

Lahirlah perempuan elok nan rupawan,

Cantik berseri indah menawan.

Perempuan harus tumbuh penuh perjuangan,

Melukis bait indah untuk peradaban.


Penulis: Anisa Aulia

Profreader: Adilah Hidayati

 



Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan Tanpa Akhir: Kisah Nafisatul Millah

Berjuang di Tengah Deru Mesin: Kisah Febra, Mahasiswi Ojol yang Tak Menyerah pada Keadaan

Sayaka: Perjalanan Hati dari Negeri Sakura ke IIQ Jakarta