Resensi Film: Budi Pekerti
A. Identitas Film
Judul: Budi Pekerti
Genre: Drama
Sutradara: Wregas Bhanuteja
Skenario: Wregas Bhanuteja
Produser: Adi Ekatama, Ridla An-Nuur, Willawati, Nurita
Anandia W.
Pemain: Sha Ine Febriyanti (Prani Siswoyo), Dwi Sasono
(Didit Wibowo), Angga Aldi Yunanda (Muklas 'Animalia' Waseso), Prilly
Latuconsina (Tita Sulastri), Omara Esteghlal (Anggoro 'Gora' Sambudi Putra),
Ari Lesmana (Tunas Anuraga), Nungki Kusumastuti (Bu Tunggul), Sekar Sari
(Anggota Dewan Sekolah), Annisa Hertami (Uli), dan M.N Qomaruddin (Kepala
Sekolah).
Tahun: 2023
B. Sinopsis Film
Film Budi Pekerti menceritakan tentang cyberbullying yang dialami seorang guru Bimbingan Konseling (Bu
Prani) yang terlibat dalam perselisihan dengan pengunjung pasar yang tanpa
sadar direkam oleh orang lain lalu diunggah ke sosial media sehingga video
tersebut menjadi viral. Karena video viral tersebut, karir Bu Prani sebagai
seorang guru diambang kehancuran. Warga sekolah meragukan caranya dalam
mengajar dan membimbing murid yang melakukan kesalahan. Dampaknya, murid murid
menjadi tidak mau taat pada peraturan bahkan sampai merusak fasilitas sekolah.
Selama menjadi guru Bimbingan Konseling, cara Bu Prani
memberikan teguran kepada murid yang melakukan kesalahan tidak dengan cara
memberinya hukuman, tetapi dengan memberikan refleksi. Salah satu contoh
refleksi yang diberikan Bu Prani kepada murid yang melakukan kesalahan adalah
dengan menggali kuburan. Refleksi tersebut memiliki makna dan memberikan pesan
bahwa setelah kehidupan ada kematian, dan untuk menyiapkan kematian adalah
dengan banyak berbuat kebaikan. Namun, kebiasaan bu Prani yang senang mengabadikan momen
refleksi murid-muridnya menjadi boomerang tersendiri ketika dirinya sedang
viral, bu Prani dianggap mengeksploitasi anak dengan cara menggali kuburan.
walaupun refleksi yang diberikan oleh Bu Prani kepada murid yang melakukan
kesalahan itu menjadikannya pribadi yang baik dengan selalu mengingat pesan
dari refleksi yang diberikan Bu Prani.
Selain merugikan dirinya sendiri, video Bu Prani yang viral
juga berdampak buruk pada keluarganya yaitu suami dan kedua anaknya. Namun
dengan sikap bijak dan rasa kekeluargaan, Bu Prani memberi pengertian kepada
kedua anaknya sehingga mereka dapat menghadapi masalah tersebut dengan baik.
C. Kelebihan
Dalam film ini, para pemain memainkan perannya dengan sangat
baik sehingga emosi yang ingin disampaikan benar-benar tersampaikan dengan baik
kepada penonton. film ini menyampaikan
pesan moral yang disampaikan dengan cara hiburan dan para pemain yang dapat
menyampaikan emosi perannya kepada penonton dengan sangat baik. Selain itu,
cerita yang diangkat dalam film ini juga sangat relate dengan kehidupan saat
ini.
Film ini disutradarai
oleh Wregas Bhanuteja yang ingin menyampaikan pesan untuk bijaksana dengan
mempertahankan moralitas dan etika dalam menghadapi suatu permasalahan. Alur
cerita yang dikemas dengan baik, serta karakter yang diperankan dengan baik
pula, mengantarkan film ini pada berbagai penghargaan, dan mencapai 500.000
lebih penonton dalam waktu 43 hari.
Budi Pekerti mengangkat isu tentang sosial media sehingga
sangat relate dengan kehidupan pada masa kini. Dalam film ini menceritakan
bagaimana orang mudah percaya dengan apa yang dilihat di sosial media hanya
melalui video berdurasi beberapa detik, namun dapat menggiring opini publik.
Dari opini publik tersebut menjadikan Bu Prani mendapat citra buruk meskipun
sudah melakukan klarifikasi. Ada kutipan dalam film ini yang sangat
mencerminkan hal tersebut, yaitu 'Salah atau benar itu hanya perkara siapa yang
paling banyak ngomong.' Kata-kata tersebut diucapkan oleh anak laki-laki Bu
Prani, Muklas, yang diperankan oleh Angga Yunanda. Angga Yunanda menjadi salah
satu pemeran yang mendapat penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik.
D. Kekurangan
Alur konflik yang terjadi didalam film sangat mudah ditebak
karena sangat realistis karena sering terjadi pada lapisan masyarakat.
Konsep penutup cerita yang dibuat open ending terkesan menggantung cerita di
akhir.
Penulis: Zayna Rahmi Azzarini
Proofreader: Hanifah
Comments
Post a Comment