Kontradiktif Second Account Sebagai Safe Place Seseorang
Media sosial kerap kali dijadikan wadah bagi seseorang untuk membagikan kegiatan sehari-harinya. Tak ayal, jika seseorang ingin membagikan sesuatu pada media sosial biasanya akan melalui proses editing atau modifikasi secara berulang, untuk menambah estetika dari apa yang akan dibagikan.
Instagram menjadi salah satu platform favorit yang banyak digandrungi oleh masyarakat, terutama pada kalangan remaja hingga dewasa. Instagram yang terus berinovasi, saat ini sudah dapat menyimpan beberapa akun dalam satu device tanpa harus keluar dari akun yang lainnya terlebih dulu. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap banyaknya penggunaan second account sebagai safe place dan pembeda dari akun pertama (utama) seseorang.
Pada faktanya, ada beberapa alasan mengapa seseorang membuat akun kedua (second account) di Instagram; tak lain dan tak bukan, untuk memisahkan privasi dan keamanan antara yang layak untuk dibagikan ke publik dengan yang hanya bisa dibagikan pada orang-orang terdekat.
Mengutip pendapat dari salah satu mahasiswa IIQ mengenai penggunaan second account. Menurutnya, akun kedua berfungsi sebagai tempat yang aman dalam mengutarakan jati diri yang sebenarnya, sehingga ia menganggap bahwa akun kedua dapat menjadi sebuah safe place dan lain fungsi dengan akun utama.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus yang kerap kali terjadi terutama pada kalangan publik figur, sangat disayangkan ketika apa yang dibagikan pada second account bisa diposting ulang oleh akun media besar dan menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Misalnya, pada kasus mahasiswa yang saat ini sedang naik daun dengan mengikuti ajang “Clash Of Champions”, dimana sebelumnya ia sempat membagikan pendapatnya mengenai #ceasefire pada tiga bulan lalu di story second account-nya. Akan tetapi, kasus ini bisa sampai di media besar seperti X yang membuat para pengguna X lainnya berasumsi bahwa orang yang masuk ke ranah second account korban yang mengirim, entah apa motifnya.
Peristiwa ini tentunya menimbulkan banyak pernyataan dan penekanan bahwa apa yang seharusnya dibagikan pada laman second account, tak pernah timbul pada khalayak ramai, dan melanggar ranah privasi seseorang. Seperti yang tertuang pada UU ITE pasal 26 ayat 1 bahwa, “kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan, setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.” Sehingga ketika tak mendapat persetujuan dari pihak yang bersangkutan, tidak sepantasnya hal tersebut dibagikan ulang, karena yang berhak hanyalah pemilik akun saja.
Melansir dari hukumonline.com bahwa, pada dasarnya seseorang yang menyebarkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan dapat dikenakan pidana berdasarkan UU 1/2024. Sebagaimana diatur dalam perbuatan yang dilarang dalam pasal; 27 ayat (1) UU 1/2024 yang berbunyi, “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
Comments
Post a Comment