Inspiring Journey: Potret Keseharian Muslihah Jamaluddin

    Muslihah Jamaluddin, nama yang tak asing bagi para mahasiswa Institut Ilmu al-Qur’an Jakarta. Sejak menjadi terbaik tiga pada ajang Musabaqah Internasional Syaikhah Fatimah Bint Mubarak (International Holy Quran Competition) di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2023 lalu, nama Muslihah mulai ramai menjadi perbincangan. Bukan lagi sebuah rahasia, putri dari pasangan AG.H. Jamaluddin A., M.Th.I. (wafat 2022) dan Ibu Mardiana ini, kerap kali dijadikan inspirasi sebab prestasinya dalam bidang hifzil Al-Qur’an. Namun, disamping prestasi tersebut, kepribadian dan keseharian Muslihah Jamaluddin pun tak kalah menarik perhatian.

    Muslihah Jamaluddin lahir di Bone, Sulawesi Selatan pada Juli 2004. Ia resmi menjadi mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta pada September 2023 lalu. Sebagai mahasiswa IIQ Jakarta, saat ini Muslihah tinggal di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta yang bertempat di Pamulang, Tangerang Selatan. Para Mahasiswa yang menetap di Pesantren disebut sebagai ‘mahasantri’, mahasantri memiliki kewajiban untuk mengikuti program Pesantren di luar kewajiban akademik dan tahfiz Al-Qur’an, seperti madrasah diniyah di malam dan pagi hari. Para Mahasantri Pesantren Takhassus IIQ Jakarta inilah yang menjadi saksi bagaimana keseharian dan kepribadian seorang Muslihah Jamaluddin.

    Muslihah punya keseharian yang unik, ia menggelar karpet di balkon lantai 3 asrama dan meletakkan meja belajar kecil beserta tumpukan buku tafsir, ushul fiqh, dan buku-buku lainnya di atas karpet yang ia gelar. Para penghuni asrama yang tinggal selantai dengannya paham betul dan biasa menyebut balkon tersebut sebagai ‘markas Mus’. Bagaimana tidak, di balkon itulah Muslihah biasa belajar serta melantunkan kalam suci siang dan malam. Tak jarang, teman-temannya menemukan ia tidur di balkon hingga larut malam bahkan penghujung pagi, dengan posisi masih menggenggam Al-Qur’an atau sebuah buku.

    Lantunan kalam ilahi dari Muslihah mendatangkan kerinduan tersendiri bagi para penghuni asrama bila tak terdengar, sebab suara itu telah menghiasi asrama setiap hari. Seringkali, kita hanya melihat hasil gilang-gemilang seseorang, dan terkadang mengabaikan proses berat yang dilaluinya. Dari Muslihah secara tak langsung kita belajar bahwa keinginan yang kuat harus pula disertai dengan usaha yang kuat. Para mahasantripun selama ini hanya melihat perjuangan Muslihah di masa kini, dan tentu tak terbayang bagaimana usahanya memperjuangkan ribuan ayat-ayat Al-Qur’an, sejak awal perjalanannya hingga bisa sampai di titik ini.

    Muslihah adalah sosok pribadi yang ceria, disiplin, penurut, dermawan, dan tak cukup diungkapkan lewat kata-kata. “Hati itu adalah kediaman Allah, maka jangan tempatkan di kediaman-Nya, apa yang tidak disenangi-Nya,” adalah kalimat andalannya. Satu kalimat lagi yang pernah Muslihah sampaikan dan mampu membuat pendengarnya merenung, “Doakan yang dikerjakan, kerjakan yang didoakan, sisanya serahkan pada Tuhan. Sebab musuh terbesar doa adalah perbuatan yang bertentangan dengan doa itu sendiri, jadi pastikan perbuatanmu sejalan dengan apa yang engkau doakan.”


Penulis: Najwa Hafizho Ikram Tarigan

Proofreader: Najmi Al Adiliyah

Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan Tanpa Akhir: Kisah Nafisatul Millah

Berjuang di Tengah Deru Mesin: Kisah Febra, Mahasiswi Ojol yang Tak Menyerah pada Keadaan

Sayaka: Perjalanan Hati dari Negeri Sakura ke IIQ Jakarta